Tentang Toxic Masculinity
Tentang toxic masculinity, ada beberapa orang berpendapat bahwa kata ini digunakan untuk menunjukkan kritik mereka terhadap sikap negatif dari seorang laki-laki. Atau mungkin juga sebagai usaha menyamaratakan gender agar sifat bawaan lahir dari seorang laki-laki sejajar dengan perempuan, bisa di bilang untuk mengebiri laki-laki. Uraian berikut bisa menjadi referensi apakah toxic masculinity itu layak untuk dibudayakan ataukah harus ada perubahan.

Apa yang dimaksud dengan sisi maskulinitas?
Maskulinitas bukanlah jenis kelamin, melainkan merujuk pada karakteristik yang diasosiasikan dengan sikap kejantanan atau sesuatu yang bukan feminim. Sifat-sifat khas pada seseorang yang dianggap maskulin diantaranya ambisius, suka berkompetisi, mandiri, kuat dan tabah, berani mengambil resiko, enggan terlihat lemah baik secara fisik maupun mental serta menghindari sifat kewanitaan. Sikap-sikap ini sangat di junjung tinggi oleh masyarakat.
Maskulinitas ditentukan secara sosial budaya, sejarah, maupun individu. Namun seiring berjalannya waktu sisi maskulinitas ini dapat berubah karena terpengaruh oleh status dan kelas sosial, otoritas, tempat, maupun etnis dan ras. Setiap laki-laki menampilkan sisi maskulinitas mereka secara berbeda-beda dan tidak konsisten.
Identitas maskulin dibangun melalui perbedaan dalam pergaulan. Menjadi laki-laki berarti tidak menjadi sesuatu yang selain laki-laki. Maskulinitas melibatkan penampilan, sikap, perilaku jantan yang melibatkan pengakuan dari orang-orang sekitarnya.
Apa yang dimaksud toxic masculinity?
Toxic masculinity atau maskulinitas beracun adalah sebuah gagasan tentang maskulinitas atau kejantanan seorang laki-laki dalam melanggengkan dominasi dan agresi. Toxic masculinity terpengaruh oleh budaya agar laki-laki berperilaku menurut nilai dan cara-cara tertentu. Sebuah gagasan yang menyatakan bahwa laki-laki harus bertindak tegas, tangguh, berani ambil resiko, dan menghindari untuk megekspresikan semua emosi yang ia punya agar tidak terlihat lemah. Bukan hanya tentang berperilaku layaknya seorang laki-laki, toxic masculinity melibatkan tekanan ekstrem yang bisa memungkinkan untuk bertindak dengan cara yang berbahaya bagi dirinya.

Mengapa toxic masculinity berbahaya?
Terdapat tiga komponen utama maskulinitas beracun yang biasanya melekat pada kaum laki-laki untuk bertindak ekstrem dan di nilai dapat membahayakan diri.
Kekuatan dan Ketangguhan
Gagasan ini menilai bahwa laki-laki harus kuat secara fisik, tidak berperasaan secara emosional, dan berperilaku agresif. Semua sifat itu memanglah harus di miliki oleh laki-laki. Menjadi toxic masculinity jika dilakukan secara berlebihan.
Seperti gagasan kuat secara fisik akan membahayakan diri jika ada kalanya ia sedang sakit namun tetap memaksakan diri untuk bekerja dan enggan untuk berobat. Karena beranggapan bahwa pergi ke dokter hanyalah membuatnya terlihat lemah.
Ada gagasan bahwa “perawatan diri hanyalah untuk kaum perempuan” dan laki-laki harus memperlakukan tubuh mereka seperti mesin yang produktif dengan mengurangi waktu tidur, tetap berolahraga bahkan ketika sedang terluka, dan memaksakan diri hingga batas fisik mereka.
Begitu juga dengan sikap tidak berperasaan secara emosional yang bisa membunuh rasa empati, sehingga hubungan intrapersonal menjadi semakin buruk, sulit mendapatkan teman dan hidup akan terasa sepi sendirian.
Perilaku agresif sebenarya juga bermanfaat untuk seseorang bisa menggapai tujuan hidup dan cita-cita. Namun bisa menjadi beracun ketika ia melakukan segala cara untuk mencapainya. Tidak memperhatikan aturan, norma sosial, nilai keagamaan, sehingga bisa merugikan orang lain secara lebih luas.

Antifeminitas
Gagasan bahwa laki-laki harus menolak apa pun yang dianggap feminim seperti menunjukkan emosi dan menerima bantuan. Laki-laki memang harus berbeda daripada perempuan, terutama dalam berpenampilan dan berperilaku, begitu juga sebaliknya untuk kaum perempuan.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata ;
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885)
Menunjukkan Emosi
Sedangkan menunjukkan emosi dan menerima bantuan, di nilai sebagai sifat feminim yang lemah bagi laki-laki. Gagasan ini beranggapan bahwa laki-laki tidak seharusnya menyatakan emosinya secara terang-terangan, sehingga ia memendam semua perasaannya sendiri dan enggan untuk berbagi. Mungkin memang ada baiknya tidak menyatakan semua emosi kepada semua orang, karena memang posisi laki-laki adalah pemimpin yang diharapkan bisa menyelesaikan masalah, termasuk masalah dengan dirinya sendiri.
Namun bisa menjadi beracun tatkala ia memendam semua emosinya dan enggan berbagi. Toxic masculinity juga membuat laki-laki enggan mendapatkan perawatan kesehatan mental. Depresi, kecemasan, masalah penggunaan narkoba, dan masalah kesehatan mental mungkin dipandang sebagai kelemahan. Oleh karena itu seharusnya ia bisa konsultasi kepada orang yang ia percaya punya solusi. Sikap mengekspresikan emosi memang identik dengan perempuan, namun yang sebenarnya semua orang juga boleh melakukannya. Tidak akan dianggap lemah jika dilakukan dengan sewajarnya. Laki-laki dianggap lebay dan lemah ketika mengumbar emosinya ke sembarang orang.
Membutuhkan Bantuan
Begitu juga dengan gagasan bahwa menerima bantuan itu dianggap sebagai laki-laki yang lemah. Laki-laki dari zaman purba memang tugasnya berburu. Kemampuan inilah yang dianggap bernilai tinggi untuk laki-laki. Di zaman sekarang, juga sama. Laki-laki yang pandai berburu uang sehingga menjadi kaya, akan memiliki kehormatan di kalangan masyarakat. Sehingga, menerima bantuan hanyalah untuk laki-laki yang lemah.
Namun sikap ini menjadi beracun ketika ia ada dalam titik terendahnya. Fitrahnya laki-laki memang lebih kuat daripada perempuan. Seperti perumpamaan bahwa laki-laki adalah tulang punggung sedangkan perempuan adalah tulang rusuk yang bengkok. Meskipun begitu, laki-laki tetaplah manusia yang mempunyai kelemahan. Menjadi nilai lebih ketika laki-laki berusaha untuk tidak meminta bantuan, namun berbeda dengan menerima bantuan. Sikap itu bukanlah sikap yang lemah. Bahkan bisa dianggap sombong ketika seseorang menolak bantuan orang lain. Merasa sok kuat padahal lemah adalah sikap menipu diri sendiri.

Kekuasaan dan Kehormatan
Anggapan ini bahwa laki-laki harus berusaha keras untuk memperoleh kekuasaan dan status sosial finansial sehingga orang lain tunduk dan menghormatinya. Kekuasaan memang identik dengan kekuatan. Menjadi beracun ketika memaksakan diri dengan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Ketika sudah memiliki kekuasaanpun bisa berlaku semena-mena dan mengabaikan hak-hak orang lain, tidak terkecuali orang-orang yang dekat dengannya.
Maskulin merupakan sikap yang memang membedakan antar laki-laki dan perempuan. Namun gagasan tentang toxic masculinity terlalu mengagungkan sikap maskulin yang tidak sehat sehingga bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Nilai-nilai maskulin haruslah dalam porsi yang ideal agar dapat mengurangi tekanan pada laki-laki untuk bertindak dengan cara tertentu yang sebenarnya membahayakan.