Fenomena Silent Rebellion
Silent Rebellion Penghambat Produktivitas
Ada banyak karyawan sering melakukan silent rebellion di tempat dimana mereka bekerja. Dan hal ini seringnya tidak disadari oleh para atasan dan pimpinan mereka. Seperti kisah Ragga dengan wajah coolnya saat diam dan beertanya-tanya. Waktu itu, seusai rapat bulanan bersama para manajer dan pimpinan perusahaan, Ragga kembali duduk di meja kerjanya dan terdiam seribu bahasa. Menatap langit-langit saat laba-laba belang mulai membuat sarangnya. Dia bertanya, mengapa performa kerja tim divisinya menurun drastis akhir-akhir ini, tak seperti bulan-bulan yang telah lalu? Padahal strategi dan cara kerjanya tak berubah sedikitpun. Bahkan bisa di bilang lebih baik daripada awal mulanya.
Lamunan Ragga sontak membuyar saat wajah Cita, manajer divisi marketing, seketika berada di pelupuk matanya sambil berbisik lirih, silent rebellion. Apa barusan kamu bilang Ta? Tanya Ragga yang masih mencoba untuk sadar dari lamunannya. Iyaa, banyak staf kamu yang akhir-akhir ini melakukan silent rebellion. Udah mulai dari bulan kemarin kan, staf kamu kurang perform dan seakan-akan kurang termotivasi? Jelas Cita sambil bertanya. Ragga pun mengangguk ragu, dahi nya mengkerut, dan matanya menyipit, sambil mencerna kata-kata Cita yang masih asing di telinganya.
Cita beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Ragga dalam lautan kebingungan menuju meja kerjanya. Tatapan mata Ragga tak lepas mengikuti pergerakan Cita. Ketika Cita sampai di meja kerjanya, dan mulai memperbaiki kursi demi mendapat posisi duduk ternyaman, ia menyadari bahwa Ragga masih menatapnya dengan penuh harap akan penjelasan yang panjang lebar. “Huufffftt”, Cita menghela nafas, sembari beranjak menuju kembali ke meja kerja Ragga sambil bertanya, kenapa? Aku masih belum memahami sepenuhnya apa yang kamu katakan barusan, jawab Ragga. Jadi begini ndoro…, Cita mulai menjelaskan.

Jadi Apa yang Dimaksud dengan Silent Rebellion Itu Ta?
Silent rebellion merupakan tindakan non-verbal yang dilakukan oleh karyawan sebagai wujud protes karena mereka merasa diperlakukan tidak adil atau dirugikan oleh perusahaan. Bisa jadi itu dari kebijakan yang memberatkan, beban kerja yang tak sanggup dipikul, praktik manajerial yang menguntungkan sepihak, atau budaya kerja yang tidak sesuai dengan hati nurani.
Fenomena silent rebellion ini tidak hanya terjadi pada staf karyawanmu saja, hampir setiap divisi dan tempat kerja pasti ada. Cuma bedanya, para atasan mereka itu peka ataukah tidak dengan tindakan ini. Tapi kebanyakan atasan kurang peka dengan situasi ini, atau justru malah bersikap acuh tak acuh. Termasuk kamu, Ragga.
Enggak Ta, sanggah Ragga. Menurutku semua ini terjadi bukan karena itu. Mereka saja yang tidak punya etos kerja secara konsisten. Buktinya di kuartal satu dua, aman-aman saja, produktivitas cenderung stabil, bahkan bisa dibilang memuaskan. Jujur sih, ini mungkin karena aku kurang ketat mengawasi dan mendampingi mereka dalam eksekusi strategi produksi. Aku lakukan itu karena aku sudah percaya dengan kemampuan mereka dalam bekerja. Dengan harapan, sistem dan strategi yang aku bangun bisa jalan sendiri tanpa aku. Jadi kan aku bisa mengerjakan hal-hal yang lain, tidak terus menerus berkutat dengan pekerjaan yang ini-ini saja. Jelas Ragga dalam beberapa tarikan nafas yang bueratt.
Lantas Apa Penyebab Utama Fenomena Silent Rebellion?
Nahh.. Itu. Itu tadi yang aku bilang dari awal. Kata Cita seketika menyela pendapat Ragga. Pertama, kamu hanya berasumsi dengan pikiranmu saja. Kamu tidak berusaha mencari alasan sebab dan bertanya pada mereka. Padahal kamu tahu, masalah ada pada mereka. Coba kamu introspeksi dulu, apakah peran dan tanggung jawab yang kamu berikan sudah sesuai dengan kemampuan mereka? Apakah keberhasilan tim juga berbanding lurus dengan kesejahteraan mental pribadi dan fisik mereka? Apakah mereka cukup merasa dihargai atas apa yang telah mereka berikan untuk perusahaan ini?
Ragga pun kini mulai paham. Bibirnya tersenyum tipis sambil mengetuk-ketukan pulpen diatas meja. Cita pun mulai senang melihat Ragga percaya dengan kata-katanya. Oke, jika itu memang yang sebenarnya terjadi, lantas mengapa tidak saja mereka melakukan protes dan demonstrasi? Ngomong dengan jujur apa yang sebenarnya mereka mau? Tanya Ragga kepada Cita. Namanya saja silent rebellion, mereka mengekspresikan ketidakpuasan dengan cara yang halus. Bisa jadi karena mereka takut dengan konsekuensi jika harus menyampaikan dengan protes terbuka. Entah itu takut dipecat, atau dipotong gaji.
Selain Produktivitas Turun, Dampak Lain Silent Rebellion Apa Aja Ta?
Saranku kamu harus hati-hati Ga. Cara seperti ini jika didiamkan akan mempengaruhi performa dan suasana tim secara keseluruhan, kreativitas berkurang, inovasi terhambat, dan pada akhirnya turunlah produktivitas tim. Cita menjelaskan dengan suara agak lirih.
Bukan hanya itu, jika satu tim divisi melakukan silent rebellion, bisa menular ke tim yang lain seperti virus. Risikonya, turnover karyawan meningkat. Ketika hal ini terjadi, perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk perekrutan dan pelatihan karyawan baru. Silent rebellion akan menghambat produktivitas, seluruh lini perusahaanpun harus berjalan lebih lambat, keuntungan berkurang, dan peluang menang dalam persaingan pasar, sangat kecil kemungkinannya. Dan ini sudah dimulai dari divisimu. Jika pimpinan perusahaan bisa mengendus hal ini, kamu dan para staf mu akan segera game over. Cepat atau lambat. Penjelasan Cita kini mulai membuat Ragga merasa khawatir.
Tanda-tandanya
Menurutmu aku harus apa Ta? Tanya Ragga memelas. Yang pertama, kamu harus tahu ciri-ciri siapa saja yang melakukan silent rebllion. Caranya? Tanya Ragga mendesak. Kamu lihat dulu dari semua stafmu, siapa yang menurutmu perilakunya berubah. Seperti lebih bersikap pasif, yang dulunya selalu aktif. Motivasi kerja berkurang, yang sebelumnya selalu bersemangat. Lebih suka diam dan menyendiri, yang sebelumnya selalu interaktif saat berdiskusi. Bisa juga kamu lihat dari absensi yang meningkat tanpa alasan yang jelas. Ini penting lho biar lingkungan kerja jadi lebih positif dan suportif.
Oke, makasih Ta kamu telah mencerahkan pikiranku yang sebelumnya gelap ini. Kini aku mulai sedikit ada gambaran tentang apa yang harus aku lakukan. Kata Ragga tersenyum renyah. Okay, kalo begitu aku balik ke meja ku dulu ya, Jawab Cita santai. Eh..eh.. bentar Ta! Cegah Ragga. Kalo misal aku nih udah tahu siapa aja yang melakukan silent rebellion, lantas aku harus bagaimana Ta? Tanya Ragga sedikit bingung.
Strategi Perusahaan dalam Mengatasi Silent Rebellion
Aku pikir kamu udah tahu harus bagaimana, ternyata belum. Kata Cita dengan tertawa tipis. Baiklah dengarkan penjelasanku yang sangat berharga ini. Bisa jadi ini seharga makan siang lho Ga. Kata Cita menggoda. Ahh.. beres nanti. Aku kemarin nemu tempat maksi yang baru aja buka. Haganya sih lumayan, tapi dijamin kamu bakalan suka. Oke lanjut, berikan saya petunjuk yang berharga itu sekarang nona. Pinta Ragga.
Jadi setelah kamu tahu siapa saja yang melakukan silent rebllion, yang bisa mempengaruhi produktivitas dan atmosfer perusahaan secara menyeluruh. Aku punya strategi yang efektif untuk mengatasinya. Cita mulai menjelaskan. Yang harus kamu lakukan adalah penerapan komunikasi terbuka, dialog yang jujur dan transparan tanpa penghakiman. Kamu yang harus jemput bola, ajak mereka berbicara. Biarkan mereka menyampaikan pndapat dan kekhawatiran mereka.
Yang kedua, akui kerja keras mereka, hargai kontribusi mereka terhadap perusahaan. Jangan kalo lagi bagus, kamu anggap itu hasil kerjamu sendiri, sedangkan pas lagi gak bagus baru kamu menyeret mereka serta. Itu yang biasanya jadi penyebab utamanya. Kalo ada staf mu yang kinerjanya baik, jangan ragu untuk berikan penghargaan dan insentif yang layak. Ini bisa meningkatkan moral dan motivasi untuk aktif dalam tim. Dan yang paling penting, kamu harus bisa lebih banyak mendengar dan menghargai siapa saja, terlepas dari latar belakang dan jabatan.
Saran Kamu Lainnya Apa?
Itu saja mungkin Ga, yang perlu kamu coba terlebih dulu. Utamanya sih, kamu sebagai manajer perlu bangun komunikasi yang efektif dengan para stafmu. Biar tahu apa kesulitan, harapan, dan apa saja yang bisa membuat mereka bisa kerja dengan perasaan bahagia tanpa menurunkan produktivitas. Oke Ta, terimakasih atas nasihat yang begitu luar biasa ini. Kata Ragga sambil menghela nafas panjang.
Baik, kalo begitu ndoro, saya undur diri dulu. Dan jangan lupa, makan siang menu baru nya yaa. Kata Cita penuh semangat. Aaamaaann Ta, thanks ya. Jawab Ragga, Cita pun mengangguk anggun.


