Kunci Ketenangan Hati Untuk Menggapai Ketentraman Hidup

Ketenangan Hati

Terdapat 5 Kunci ketenangan hati yang perlu kita ketahui untuk bisa menggapai kehidupan yang lebih tentram dan membahagiakan. Seperti dengan meminimalkan standar hidup, ridho dengan ketentuan yang Allah tetapkan, merasa puas dan cukup dengan nikmat yang Allah anugerahkan, dan yang lainnya.

Kunci Ketenangan Hati

5 Kunci Ketenangan Hati dan Ketentraman Hidup

Kadang hidup terasa melelahkan. Setiap harinya standar kehidupan selalu berubah, dan kita mengharuskan diri untuk mengikutinya. Ketenangan hati pun sulit dirasakan. Tahun-tahun lalu kita mengandaikan betapa senangnya jika hari ini bisa lulus kuliah, bisa langsung bekerja, berpenghasilan, tidak menjadi beban orang tua, bahkan bisa buat bangga orang tua saat lebaran nanti tiba. Dan hari ini kita sudah lulus kuliah, bekerja, dan berpenghasilan. Menyenangkan bukan? Ya, menyenangkan. Tapi, apakah hal ini cukup untuk membuat diri kita selalu aman dari rasa khawatir akan kehidupan yang kita jalani? Jawabannya adalah iya untuk saat ini, dan tidak tahu untuk hari besok.

Standar kehidupan yang kita ikuti berjalan lebih cepat dari kemampuan kita berlari untuk mengejarnya. Tahun ini harus lulus, tahun ini harus kerja, tahun ini harus punya rumah, tahun ini harus nikah, tahun ini harus punya mobil, tahun ini harus punya anak, tahun ini harus punya usaha sendiri. Kenapa kita mengharuskan diri seperti ini? Jawaban pastinya ya karena orang lain sudah seperti ini.

Dan bagaimana kalo kita tidak bisa seperti yang orang lain capai hari ini? Mungkin kita jadi jengkel pada diri sendiri, atau malah bisa jadi jengkel pada orang lain karena iri hati. Ya, keadaan seperti ini memang bisa membuat hidup kita jadi rupek (Bahasa jawanya). Keinginan untuk mengubah suatu keadaan yang sudah seharusnya berubah menurut kemauan kita, namun kemampuan kita tidak cukup mampu untuk mengubahnya, padahal kita sudah banyak mengeluarkan tenaga dan waktu untuk itu. Jadi, apa yang mesti kita lakukan dalam kondisi serba tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan ini?

Minimalkan Standar Hidup

Standar kehidupan setiap orang memang berbeda, ada yang menerapkan pola hidup hedonisme, ada pula yang sederhana. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang masing-masing orang tentang kehidupan. Bisa juga dipengaruhi oleh kondisi yang sedang dijalani saat ini. Bagaimana ketenangan hati bisa kita peroleh jika setiap saat selalu memikirkan standar hidup yang seperti orang lain? Penghasilan satu juta dilingkungan perkotaan yang setiap jalannya selalu dipenuhi toko-toko yang menyediakan banyak barang dan jasa, mungkin hanya cukup untuk satu pekan saja.

Jika standar hidupnya dalam sehari soal makanan harus menghabiskan lebih dari dua puluh ribu untuk sekali makan. Makanan harus penuh gizi, harus makan buah dan pergi ke gym supaya tetap sehat, pakaian harus di laundry biar tetap rapi dan tidak memakan waktu, setiap hari harus beli BBM untuk mobilitas, dan kebutuhan lain semacam hobi juga pernak-pernik. Sedangkan di daerah pedesaan, mungkin penghasilan satu juta bisa buat hidup satu bulan. Karena tidak harus laundry, makan hanya sekedar mengisi perut agar bisa tetap lanjut hidup, makan enak hanya sesekali dalam satu pekan, tidak harus pergi ke gym, dan sesekali butuh BBM. Namun, dipedesaan untuk menghasilkan penghasilan satu juta tidak semudah di perkotaan.

Bedakan antara Kebutuhan dan Keinginan

Banyak orang mengatakan, seberapapun penghasilan yang kita peroleh, tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan kita, atau tepatnya semua keinginan kita. Jadi apa masalah sebenarnya yang membuat kita selalu tidak terima dengan takdir kehidupan ini? Ya, salah satunya adalah standar hidup yang kita buat.

Standar hidup memang penting kita buat untuk memperbaiki tingkat kehidupan kita. Namun akan menjadi masalah jika standar hidup yang kita buat tidak bisa kita penuhi. Nah, disaat ini lah kita harus mundur sebentar, mengevaluasi kemampuan, dan kembali menurunkan standar hidup yang telah kita buat. Hal ini mampu mengurangi rasa kekecewaan dan mengembalikan pikiran kita supaya tetap jernih dalam berpikir untuk menyusun kembali rencana-rencana awal. Dahulukan untuk memenuhi kebutuhan sebelum membeli keinginan, agar tidak boncos pada pengeluaran.

Standar Hidup Ulama

Dalam ceramahnya Gus Baha menyampaikan standar hidup yang berasal dari kitab hikam. Selalu merasa hidup didunia ini sendirian. Jadi apa yang kita lakuakan benar-benar hanya untuk mencari Ridho Allah. Dengan begini ketenangan hati bisa kita dapatkan. Kita tidak merasa terbebani sifat ingin selalu dipuji. Sifat ini lah yang membuat kita nyaman dalam menjalani kehidupan.

Pengarang kitab hikam mempunyai resep supaya hidup selalu merasa senang yaitu “Usahakan sedikit sekali hal yang bisa membuat kamu senang, maka akan sedikit sekali apa yang menjadikan kamu susah”. Jika kita mempunyai sepuluh hal yang bisa membuat kita senang, tiga terlaksana dan tujuh tidak. Maka kita akan merasa sedih pada tujuh keinginan yang tidak terlaksana. Jika kita kita hanya mempunyai empat keinginan, dua terlaksana dan dua tidak. Maka kita hanya mempunyai dua kesedihan saja.

Resep ketenangan hati, kata ilmu hikam begini, kamu harus yakin bahwa disisa hidup anda itu tidak akan maksiat lagi, sehingga kalo anda ditakdir bermaksiat anggap saja itu maksiat anda yang terakhir. Siapa yang menganggap tidak mungkin bahwa dia tidak akan melakukan dosa sampai mati, maka itu sama saja menganggap Tuhan itu lemah. Karena cara berfikir kita itu membayangkan hidup 25 tahun lagi, sehingga menganggap durasi yang 25 tahun itu tidak melakukan maksiat kan tidak mungkin.

Ulama terdahulu itu menghitung hidup hanya memakai hitungan detik, sehingga hidup nya itu terasa gampang saja. Seperti Rasullullah yang tidak menyediakan makan untuk hari besok, karena mempunyai keyakinan bahwa mungkin hidup tidak sampai besok. Sedangkan kita membayangkan hidup setahun lagi lima tahun lagi, sehingga kita berfikir harus punya stok makanan, punya uang, punya pasangan hidup yang sempurna, punya tetangga yang baik, punya pengaruh, punya martabat, dsb. Melihat maksiat juga begitu, Alhamdulillah saya masih hidup satu detik dua detik dan itu sudah cukup untuk melafadzkan Lailahaillallah yang merupakan kunci surga. Betapa Allah Maha Pemurah.

Akibat Mengidealkan Standar Hidup

Menetapkan standar hidup yang terlalu ideal dapat menyebabkan kekecewaan jika hal yang seharusnya terjadi namun tidak terjadi. Misal membayangkan istri ideal itu yang sehari-harinya tampil cantik, pintar memasak, perhatian, mandiri, setia, sholihah, taat pada suami, standar sempurna.

Standar seperti ini akan mudah membuat kita menjadi kecewa dan ketenangan hati akan semakin menjauh. Coba kalo kita minimalkan kalo istri ideal itu yang rajin sholat, yang setia, pasti kita tidak akan mudah kecewa dalam hidup ini. Standar minimal yang dimaksud adalah standar hidup didunia ini. Seperti Rasullullah yang pernah mendapati pagi tidak ada sarapan, maka beliau berpuasa.

Mencari Ridho Allah, Bukan Ridho Makhluk

Terdapat satu kebutuhan hidup manusia selain kebutuhan hidup yang layak, aman, sejahtera, dan bahagia, yaitu kebutuhan untuk merasa bahwa dirininya penting dan diakui manusia lainnya. Tidak semua apa yang kita usahakan didunia ini hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Namun kita juga merasa perlu untuk dianggap hebat dan bermartabat. Tanpa itu, kehidupan mungkin rasanya datar-datar saja.

Jika kita telah mampu mencapai apa yang menjadi standar seseorang sudah cukup untuk dianggap hebat, namun kita tidak memperoleh pengakuan dari orang lain, sungguh hal ini sangat membuat kita kecewa berat. Maka dari itu, setiap apa yang kita kerjakan harus menyertakan keinginan agar di ridhoi Allah. Dengan begitu, kita tidak akan merasa kecewa karena tidak mendapat pengakuan orang lain, dan tidak terlalu merasa bangga ketika di puji saat kita melakukan hal-hal yang hebat. Disaat itulah ketenangan hati bisa kita dapatkan.

Puas Akan Takdir yang Allah Berikan

Dalam hidup ini terjadi banyak sekali rangkaian proses menuju banyak pencapaian. Satu pencapaian selesai, maka akan membuka gerbang proses baru untuk pencapaian baru beserta masalah yang mengikutinya. Sebuah proses, sebuah pencapaian, selalu satu paket dengan masalah yang harus diselesaikannya. Butuh rencana yang matang, butuh tenaga yang terkuras, untuk kita bisa memastikan sesuatu harus tercapai dengan memuaskan.

Lantas bagaimana kalau pencapaian itu tidak memuaskan, atau bahkan kita gagal mendapatkannya? Ya pastinya sedih dan kecewa. Disaat seperti ini kita harus menyadari bahwa kita bukanlah pemegang aturan alam semesta. Apa yang menurut kita sudah maksimal dalam berusaha, namun belum tentu sama menurut pemegang aturan alam semesta ini. Dan kita harus meyakini apa yang kita dapatkan ini, adalah yang terbaik menurut versi-Nya. Dengan merasa puas akan takdir yang diberikan atas apa yang kita usahakan, membuat kita mengurangi rasa kecewa terhadap apa yang tidak bisa kita capai.

Menganggap semua manusia yang hidup memiliki potensi berbuat baik, termasuk diri kita

Tidak semua masalah hidup yang terjadi karena kita tidak mampu membuat keinginan menjadi kenyataan. Namun, kesalahan-kesalahan yang kita buat saat berusaha mencapai sesuatu, tidak terelakkan harus terjadi tanpa kita inginkan, juga membuat bisa membuat kecewa terhadap diri sendiri. Ya, itu terjadi karena kita tidak menguasai ilmu yang dibutuhkan.

Kita harus menyadari bahwa tidak ada orang selain Nabi yang di takdir hidup tanpa melakukan kesalahan, karena Allah mempunyai sifat Ghofur yaitu Maha Pengampun dan sifat Maha Penyayang. Namun jika kesalahan yang dilakukan terlalu banyak, maka siksa Allah sangatlah berat. Disinilah pentingnya ilmu, selain rencana-rencana dan tekad yang diperlukan. Begitu juga dengan orang lain. Saat mereka melakukan kesalahan, kita tidak langsung menghakimi kesalahan yang dia perbuat itu akan menjadi perbuatan seumur hidupnya. Semua manusia memiliki potensi untuk berbuat baik sesuai fitrahnya. 

Syukuri Nikmat yang Diberi Berapapun Kadarnya

Jangan menghitung nikmat itu yang besar-besar, karena dapat menjadikan kita menjadi angkuh. Menghitung nikmat mulai dari yang minimal bisa makan dan bisa hidup akan membuat kita tidak mudah kecewa.

Seperti menghadapi kematian, menganggap mati yang kedua itu mati yang menyenangkan sekali. Mati yang pertama itu adalah mati yang sebelum kita diciptakan. Sedangkan mati yang nanti itu merupakan mati petualangan karena kita mati setelah menyaksikan kekuasaan Allah di dunia ini, yaitu kita hidup menyaksikan kekuasaan Allah, mempunyai prasangka baik kepada Allah. Sehingga mati ini mati yang menuruti kerinduan kepada Allah. Jalaluddin Rumi mengistilahkan kematian itu adalah malam pengantin, karena dengan mati beliau dapat bertemu orang-orang sholih yang sudah meninggal, bertemu dengan Rasulullah, bertemu dengan Allah.

Maka dari itu, ketika kita mendapati diri dalam keadaan serba kekurangan. Ingatlah ada satu hal yang sangat diinginkan berjuta-juta orang yang sekarang sudah dikuburkan, yaitu sesuatu yang tidak kita sadari kita masih mempunyainya, nikmat hidup. Lakukan semua hal yang baik selama kita masih hidup, agar suatu saat nikmat itu diambil, kita tidak akan pernah kecewa karena menyiakannya.

Menjadikan rutinitas harian sebagai bagian dari ibadah

Mengikuti tahapan-tahapan dunia itu rumit, dan melelahkan. Resep dari semua itu  adalah mendirikan sholat, menghayati secara tauhid bahwa hidupku matiku hanya untuk Allah Ta’ala. Sahabat ibnu mas’ud selalu berfikir bahwa setiap melangkah itu apakah dia akan bisa melangkah lagi selanjutnya, dia berfikir disaat mengunyah makanan apakah dia yakin benar akan bisa mengunyah lagi setelahnya, sehingga di setiap perilakunya itu dia meyakini bisa melakukan aktivitas hanya karena pertolongan dari Allah.

Orang yang berfikir seperti ini tidak akan merasa kehilangan apa yang ada pada dirinya, karena dia hanya berkontrak hidup dengan Allah dalam hitungan detik. Seorang mukmin yang sejati tentu kontrak nya dengan Allah, dan dia tidak pernah ingat akan dirinya sendiri. Sikap seperti ini menumbuhkan ketenangan hati dan membuat kita merasa hidup nyaman. Nabi akhlak dasarnya itu seperti Alquran, ciri utama sifat Nabi itu mudah memaafkan, mempunyai niat baik kepada seluruh manusia, dan sering melakukan kebaikan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top